Bersyukurlah Selagi Bisa


Bersyukurlah Selagi BisaSiang itu cukup terik, kulihat sepasang kakekdan nenek tengah berjalan bersisian di tepi hamparan sawah. Tanpa alas kaki,keduanya berjalan seraya sesekali tersenyum pada siapa saja yang menyapanya.Ramah, begitu kurasa. Sebuah kalimat pendek tak sengaja kudengar ketikakeduanya melintas di depanku yang tengah duduk di gardu desa.

"Seandainya kita memiliki sepeda ya, Pak,kaki pasti nggak mengelupas begini kena panas."


---

Tak jauh di belakang mereka, ada sepasangkakek nenek lain yang menyusul melewatiku, samar aku mendengar percakapanmereka.

"Pak, kalau pakai motor pasti kita bisalebih cepat sampai. Bapak juga nggak perlu capek menggenjot."

---

Menikmati semilir angin, aku terkantuk-kantukdi gardu. Sesekali mataku terpejam saking nyamannya dengan semilir anginberhembus. Hingga sepasang suami istri melintas menggunakan motor. Sang istritampak marah, suaranya yang keras membuatku ingin tahu apa yang terjadi.

"Coba, Pak, kita punya mobil, pasti nggakkepanasan begini. Mana motor gampang mogok pula." 

---

Di suatu waktu lain, aku tengah istirahat digardu favoritku. Panen yang kudapatkan tak banyak membuatku senang. Sepertibeberapa hari yang lalu, aku bertemu beberapa pasang suami istri yang sama.Kakek nenek pejalan kaki, kakek nenek dengan sepeda kerbau, dan pasangan suamiistri bermotor butut. Bedanya, kali ini aku bertemu dengan seorang pengendaramobil yang berhenti di depanku. Seorang bapak berusia sekitar 50 tahunan.

Tanpa sungkan, bapak tersebut meminta izinuntuk duduk di sampingku yang dengan cepat kujawab dengan anggukan dansenyuman. Bersama dengan bapak itu, aku mengamati pasangan kakek nenek pejalankaki yang tengah bergandengan tangan seraya menunjuk mobil yang tengahterparkir di depanku. Kau tahu, apa yang diucapkan pasangan kakek nenektersebut?

"Bu, pakai mobil, bukan berartikehidupannya bahagia seperti kita. Bisa jadi, orang-orang kaya itu memakaimobil tetapi dalam hatinya kesepian. Tak akur dengan istrinya, atau bahkananaknya. Bersyukurlah, Bu, kita sudah berjalan kaki pulang dan pergi selamalebih dari 30 tahun, mengapa masih tak bisa bersyukur? Membandingkan kehidupankita dengan yang jauh di atas kita, tak akan membuat kita puas."

Dan, kau tahu apa yang dilakukan bapak yangtengah duduk bersamaku? Dia menangis. Ya, dia menangis. Menangisi ucapan kakeknenek pejalan kaki. Pasangan kakek nenek tersebut tak tahu bahwa si pemilikmobil adalah bapak yang tengah duduk bersamaku. Maka, ketika mereka berlaludari hadapanku (karena langkahnya sangat pelan), keduanya melempar senyum ramahyang tentu saja tak hanya mengingatkanku akan arti syukur, tetapi juga bapak disampingku.

---

Melihat jauh ke atas, tak akan membuat kitapuas dengan kehidupan. Sifat dasar manusia adalah ketidakpuasan dan tamak.Lalu, untuk apa menuruti sifat yang hanya dilandaskan pada nafsu, jikabersyukur adalah utama? Maka bersyukurlah selagi kesehatan menyertaimu,keharmonisan keluarga, dan segala nikmat yang diberikan Tuhan atasmu sebelumsegalanya terlambat.